Represi terhadap Aktivis Melayu Raya: Menekan Ruang Sipil, Memperbesar Perlawanan

Published by Redaksi Redaksi on

    PataniRepresi terhadap gerakan sipil di Patani terus berlajut, memunculkan kekhawatiran bahwa Bangkok tidak serius dalam memberikan ruang bagi ekspresi budaya dan politik bagi masyarakat Melayu Patani. Tak hanya mengabaikan pendekatan damai, pemerintah Thailand justru semakin menekan ruang gerak aktivis yang memperjuangkan identitas lokal.

    Salah satu yang menjadi sasaran tekanan adalah Perhimpunan Melayu Raya, sebuah acara tahunan yang berfokus pada penguatan budaya dan moral pemuda Patani. Sejumlah pemimpinnya kini menghadapi jeratan hukum dengan tuduhan terkait sebagai partisan kelompok bersenjata.

    Letnan Jenderal Santi Sakuntanak dan Letnan Panamkorn Panpromma, Pelapor dari pihak Tentara Kerajaan Thailand dengan tuduhan terkait Pasal 116: Mengatur tentang penghasutan yang dapat mengganggu ketertiban umum atau menyebabkan pelanggaran hukum. Pasal 209: Menetapkan bahwa menjadi anggota organisasi rahasia (อั้งยี่) yang bertujuan melakukan tindakan ilegal adalah tindakan kriminal. Pasal 210: Mengatur tentang pembentukan atau partisipasi dalam perkumpulan kriminal (ซ่องโจร) yang berencana melakukan kejahatan., meskipun tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kelompok bersenjata.

    Tak hanya itu, para aktivis NGO yang terlibat dalam Perhimpunan Melayu Raya juga mengalami intimidasi dan kampanye hitam yang diduga berasal dari operasi informasi sebuah strategi propaganda yang dikendalikan militer untuk membentuk opini publik dan menciptakan legitimasi bagi tindakan hukum terhadap kelompok yang dianggap sebagai ancaman. Dengan strategi ini, aktivis lebih banyak terseret dalam proses hukum ketimbang menjalankan perannya terhap sosial. meskipun menghadapi tekanan berat, Perhimpunan Melayu Raya terus bertahan dan semakin berkembang.

    Bagi para pejuang perdamaian, represi terhadap aktivis sipil ini menjadi indikasi bahwa pemerintah Thailand tidak berniat membuka ruang demokrasi di Patani. Dengan menekan gerakan sipil, pemerintah justru memberi celah bagi kelompok bersenjata untuk mengambil alih perlawanan.

    Muhammad Aladi salah satu dari 9 aktivis yang dijerat hukum, Beliau khawatir kasus ini membuat anak muda yang ingin menyampaikan pendapat secara damai jadi takut dan ragu. Jika mereka merasa tidak bebas berbicara, mereka bisa merasa tertekan. Akibatnya, ada kemungkinan mereka malah memilih jalan kekerasan. Padahal, selama ini upaya telah dilakukan untuk mengajak mereka agar tetap menggunakan cara damai dalam menyuarakan pendapat.

    Lonjakan serangan selama Ramadan dinilai sebagai respons langsung terhadap tertutupnya ruang demokrasi. Situasi ini sekaligus mengirimkan pesan bahwa perjuangan Barisan Revolusi Nasional (BRN) tidak hanya berlangsung di meja perundingan, tetapi juga tetap mengendalikan situasi di lapangan.

    Jika pemerintah Thailand terus menekan aktivis sipil dan menutup ruang dialog, maka perjuangan identitas Melayu Patani akan semakin bergerak ke bawah tanah. Situasi ini bukan hanya mengancam stabilitas kawasan, tetapi juga memperpanjang siklus kekerasan yang seharusnya dapat diakhiri dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan inklusif.

    Facebook Comments