AS Blokir Visa Pejabat Thailand yang Terlibat Pengembalian Warga Uighur

Pada 14 Maret 2025, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa negara tersebut akan menerapkan pembatasan visa bagi pejabat Thailand, baik yang masih menjabat maupun yang sudah tidak aktif, yang terlibat dalam pemulangan paksa 40 warga Uighur ke China pada 27 Februari lalu. Langkah ini diambil karena dikhawatirkan para pengungsi akan mengalami penyiksaan atau penghilangan paksa di China.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa kebijakan ini diterapkan segera untuk membatasi akses visa bagi pejabat yang bertanggung jawab atau berpartisipasi dalam pengembalian warga Uighur tersebut ke China.
Sebuah dokumen dari Komisi Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia DPR Thailand tahun 2024 yang dipublikasikan oleh Kanvee Suebsaeng, anggota parlemen dari Partai Fair, mengungkap bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang bersedia menerima pengungsi Uighur.
Kementerian Luar Negeri AS juga menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk menghentikan praktik pemulangan paksa warga Uighur dan kelompok lainnya ke China. AS menyoroti bahwa pemerintah China telah lama dituduh melakukan genosida serta pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur.

Gambar Paspor Thailand [cambodiatravel]
Namun, dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri AS tidak mengungkapkan secara spesifik daftar nama pejabat Thailand yang terkena sanksi.
Kebijakan ini berdampak pada pejabat yang terlibat, yang kini tidak dapat mengajukan visa ke AS atau akan menghadapi hambatan besar dalam proses pengajuannya. Selain itu, larangan ini berpotensi berdampak pada anggota keluarga mereka.
Pemerintah Thailand berdalih bahwa pemulangan warga Uighur dilakukan atas permintaan dari pemerintah China. Otoritas China juga memberikan jaminan diplomatik bahwa para pengungsi yang dipulangkan tidak akan dihukum dan bahwa langkah tersebut merupakan solusi terbaik bagi semua pihak, mengingat warga Uighur telah lama ditahan di Thailand.
Sementara itu, China membantah berbagai tuduhan terkait kebijakannya terhadap warga Uighur, termasuk kritik atas keberadaan kamp reedukasi dan kerja paksa. Pemerintah China mengklaim bahwa fasilitas tersebut adalah pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan meningkatkan perekonomian di Xinjiang serta menangani ancaman terorisme, ekstremisme, dan separatisme.
Setelah pemulangan ini, berbagai organisasi masyarakat sipil dan komunitas internasional menyampaikan keprihatinan mereka. Mereka khawatir bahwa warga Uighur yang dipulangkan dapat mengalami penyiksaan, penghilangan paksa, atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
Pada 13 Maret 2025, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang mengecam tindakan Thailand dalam mengembalikan warga Uighur ke China. Parlemen Eropa juga meminta pemerintah Thailand untuk menghentikan pemulangan paksa terhadap pengungsi, pencari suaka, dan tahanan politik ke negara-negara yang dapat membahayakan keselamatan mereka.
Rep: Faizun Leengaedayee
0 Comments